Bem ISIF

Bem ISIF
Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Studi Islam Fahmina

cari

Kamis, 08 Januari 2015

Perempuan Mengangkat Pena



Perempuan Mengangkat Pena
( Refleksi Peringatan Hari Ibu 22 Desember)
Hari ini di seluruh penjuru dan  pelosok nusantara merayakan peringatan hari Ibu 22 Desember. Sebuah peringatan terhadap peran seorang perempuan baik  dalam keluarganya, suami,  anak dan lingkungan sosialnya.
Ibu, sebuah nama dan kata yang begitu berarti bagi setiap orang. Sosok yang telah melahirkan kita ke dunia. Tak ada jasa yang bisa terbalaskan atas semuanya yang telah ibu lakukan. Bagaimana payah dan susahnya saat mengandung hingga mempertaruhkan nyawa saat melahirkan. Inilah jasa yang takkan terbalaskan. Kasih sayangnya tak pernah putus meski terkadang anaknya melakukan kesalahan. Sungguh tulus kasih sayangnya dan tak berbalas.

Saat momentum hari ibu hadir, begitu banyak hal yang dilakukan oleh kita. Ada yang memberikan bunga, membuatkan kue, makan malam atau bahkan hanya sekedar berkumpul sambil bersantai ria serta banyak cara lainnya yang dilakukan oleh masyarakat untuk memberikan hadiah dan kado terbaiknya untuk sosok yang tak tergantikan itu.
Lalu di lain tempat, banyak orang yang mengenang momentum ini dengan merefleksikan sosok ibu. Seminar, worskhop dan talkshow televisi, dan acara publik lainnya. Umumnya, acara-acara ini didedikasikan untuk mencatat betapa sungguh tak terkira perjuangan seorang ibu, yang hingga anaknya menjadi dewasa pun, tak pernah berhenti untuk menemani dan membimbing putra-putrinya. Sudah sewajarnya kita memberikan pengahargaan yang tak kira buat para ibu dan perempuan-perempuan hebat di negeri ini.

22 Desember
Adanya peringatan Hari Ibu Nasional awalnya diusulkan saat pertemuan Kongres I Perempuan Indonesia di Yogyakarta  pada tanggal  22- 25 Desember 1928. Acara ini dihadiri  oleh 30 organisasi perempuan dari 12 wilayah di  Jawa dan  Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini di kenal dengan Kongres Wanita Indonsia (KOWANI).
Organisasi-organisasi tersebut sebenarnya sudah ada sejak tahun 1912 yang mana diilhami oleh  para pejuang perempuan seperti Martha Cristin, R.A Kartini, Cut Nya Dien, Dewi  Sartika dan lain-lain. Namun Hari Ibu itu sendiri sebenarnya baru diputuskan pada Kongres ke III pada tahun 1938. Di mana Hari Ibu itu sendiri secara nasional diakui dalam Dekrit Presiden No. 316 Tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu yang diperingati dan  rayakan secara nasional sampai dengan saat ini .
                                                  
Mengangkat Pena
Momentum peringatan Hari Ibu memang begitu ramai diperingati, bukan hanya di lingkup keluarga, namun di kalangan masyarakat, mahasiswa dan semua elemen masyarakat lainnya. Mereka semua melakukan banyak  kegiatan yang berkaitan dengan momentum ini. Sebuah hari yang membuka mata kita tentang sebuah perjuangan dan perjalanan panjang perempuan. Ironisnya, perempuan-perempuan perkasa itu sepanjang sejarah, bahkan mungkin sampai saat ini berada dalam sisi gelap. Perempuan masih berada dalam ruang marjinalisasi sebuah sistem  yang tak  berpihak  terhadap perempuan. Sistem masyarakat patriarkhi yang mengungkung perempuana.
Kita perlu tahu bagaimana perjalanan panjang sejarah perjuangan perempuan tempo dulu. Hal ini dilakukan supaya kita sebagai generasi muda tahu dan mampu melakukan aktivitas yang meneruskan perjuangan pahlawan-pahlawan perempuan yang sungguh luar biasa tersebut. Hingga akhirnya mengantarkan perempuan pada masa kini  untuk mampu berperan dalam segala lini kehidupan. Perempuan tidak lagi hanya diposisikan dan disibukan dalam urusan domestik (rumah tangga). Juga untuk membebaskan perempuan apalagi hanya dengan stigma-stigma negatif.
Perjuangan R.A. Kartini, Dewi Sartika, Cut Nya Dien dan lain-lain, tak  pernah berhenti. Api semangatnya masih tetap menyala dan diteruskan oleh generasi muda hebat setelahnya. Kita tahu bagaimana R.A. Kartini melalukan perlawanan dengan mengangkat pena melalui surat-suratnya sebagai bentuk perjuangan akan ketidakberdayaan di lingkungan keluarga dan budaya patriakhi saat itu. Surat R.A Kartini yang sering kita dengar adalah “Habis Gelap Terbilah Terang”, di mana isi surat-suratnya adalah tentang cita-cita untuk memajukan kaum perempuan, harapan-harapannya dan perjalananya.
Tak sedikit perempuan-perempuan hebat yang telah menorekan tinta dalam catatan sejarah di masa kini yang dengan gigih memperjuangakan Hak asasi manusia (HAM). Sebut saja di antaranya adalah Suciwati, istri dari almmarhum Munir, aktivis pejuang HAM. Suci dengan gigih meneruskan perjuangan suaminya, memastikan masyarakat Indonesia terjamin hak-hak dasarnya.
Ada juga Siti Musda Mulia, sosok perempuan asal Bone, Sulawesi Selatan yang gigih memperjuangan kesetaran gender. Karya-karyanya dalam bentuk buku cukup banyak seperti buku yang berjudul “ Kesetaraan dan Keadilan Gender Menurut Perspektif Islam”, “ Budaya Bisu Merendahkan Perempuan”, “Menuju Kemandirian Politik Perempuan” dan berbagai karya lainnya yang memperjuangkan perempuan dengan torehan-torehan pena.
Penulis kira, dengan torehan dan mengangkat pena inilah kita mampu mengungkapkan apa yang menjadi keinginan dan hak perempuan yang selama ini masih terabaikan. Kita bisa menulis karena dengan menulis kita merdeka.
Dalam rangka reflekesi Hari Ibu, 22 Desember ini, penulis mencoba membuka mata dan mengangkat pena bahwa gerakan dan perjuangan perempuan perlu kita torehkan dengan pena. Tetesan pena adalah jejak langkah yang akan di terus dibaca dan akan terus dilanjutkan oleh generasi perempuan ke depan.
Semangat dan kegigihan yang pernah ditorehkan oleh para pejuang dan pahlawan perempuan dari Kongres III di Yogyakarta 1938 perlu kita ambil dan kita jadikan cambuk penyemangat untuk terus bergerak dan berkiprah untuk memajukan perempuan-perempuan di negeri tercinta ini. Demi menyongsong kehidupan yang lebih bermartabat, menghargai dan menjunjung tinggi kesetaran dan keadilan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil gender.  Satu suara, satu perjuangan. Perempuan, raih hak-hak-mu! ”Wallahu a’lam”
*Penulis adalah Staff Institute Studi Islam Fahmina (ISIF) dan Koordinator Komunitas Muda Bayt Al-Hikmah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate