Agama
Sipil : Perwujudan Nilai Kebangsaan Telaah
Sosiologi
Oleh
: Zaenal Abidin*
Pembahasan mengenai kehidupan beragama
sekiranya sangat komplek, apalagi kita membicarakan, mempertanyakan eksistensi dan
membahas kembali konsepsi Agama itu sendiri. Dalam konteks keindonesiaan, dan
dengan segala keunikan dan kemajemukan manusia indonesia begituhalnya dengan
kehidupan keberagamaannya. Agama di negara kita Indonesia memegang perananan
yang sangat pentingdalam kehidupan masyarakatnya. Sepertinya kita sudah
menyadari keberagaman itu, namun tak jarak konflik antar umat bergama tak dapat
terelakan dari kenyataannya.
Sejak dulu nenek moyang kita sudah terbiasa hidup dengan masyarakat
yang plural, apalagi sekarang. Kran demokrasi yang digadang-gadang mampu
mengafirmasi semua pemahaman dan aliran, kiranya kini membuahkan hasil. Kesuksesan
demokrasi di indonesia membawa permaslahan tersendiri yang harus kita atasi
bersama. permasalahannya semakin kompleks, pluralisme agama yang ada di
indonesia boleh dibilang sedang mengalami kegamangan, di satu sisi
memperjuangkan keberagaman, di sampinglain berusaha mempertahankan identitas
diri diatas kemajemukan pemahaman.
Tak jarang keadaan ini membawa arus pada pemahaman yang bersifat
ekslusif atau sikap yang menganggap agama atau pemahaman kelmpok tertentu yang
paling benar dan pengakuan terhadap yang lain sebaliknya dianggap menyimpang.
Sikap ini menggiring pada sikap inklusivisme yang merupakan sikap tertutup
terhadap pemahaman agama lain, hal ini tidak bsa dielakkan dalam rangka
eksistensi dan resistensi terhadap kemajemukan tadi.
Indonesia kini mengalami krisis fundamental, seperti krisis
ekonomi, ekologi, politik dan budaya bahkan jati diri bangsa. Penganguran
dimana-mana, kemiskinan, kelaparan, bencana alam, pemerkosaan negara (korupsi),
dan penghancuran tradisi-tradis lokal. Mimpi dan harapan menjadi warga negara
yang hidup rukun, makmur, adil dan bermartabat di balut dengan kesejahteraan
sosial menjadi semakin kabur. Lambat laun ketidakjelasan ini membuat kita
sebgai masyarakat menjadi bosan dengan apa yang sudah kita perbuat selama ini
dan ingin mencari sesuatu yang dapat menjamin dan mewujudkan mimpi-mimpi itu.
Agama seringkali dianggap sebagai pemicu konflik yang terjadi dalam
masyarakat. Agama sendiri sudah menjadi persoalan publik dan karenanya negara
sebagai institusi legal-formal yang mengatur dan mengendalikan kehiduan publik
menjadi sangat penting. Dalam rangka mengcounter problem dan mewujudkan
mimpi itu peraturan dibut berdasarkan kesepakatan dan nilai-nilai universal
yang dapat diterima oleh semua masyarakat.
Agama Sipil (Sipil
Religion)
Agama menjadi wacana tersendiri
dalam kajian sosiologis, tokoh-tokoh seperti Coumte, Durkheim, Marx dan Weber sering
mengacu pada wacana teologis dalam analisisnya. Auguste Comte dan Henri Saint
Simon, dianggap sebagai bapak pendiri sosiologi. Comte beranggapan sosiologi
tidak berbeda dengan ilmu alam, dan merupakan bagian darinya. Sehingga
observasi empiris menjadi dasar kuat untuk mencari dan memunckan kajian yang
rasionalis dan positivistik mengenai kehidupan sosial dan akan memberikan
sumbangsih dalam ilmu kemasyarakatan. Didalam masyarakat pramodern, konsepsi
teologis mengenai “ada ketuhanan” (devine being) yang digambarkan
kedalam keteraturan kosmos dan alam termasuk sejarah kelompok suku, memberikan
dasar bagi hirearki dan aturan moral. Menurut Bryan Wilson, dalam masyarakat modern, sosiologi menjelma
sebagai teologi bahkan menggantikan perannya sebagai sumber prinsip-prinsip penuntun
kehidupan sosial. Bentuk positivistik seperti ini berimbas pada hilangnya agama
dan teologi sebagai model prilaku keyakinan dalam masyarakat modern.
Disamping Coumte, sosiolog ain
seperti Emile Dukrkheim menawarakn ulasan yang menurut Peter Connolli
evolusioner mengenai masyarakat manusia, dari masyarakat kesukuan kepada
masyarakat republik, dari magis kepada raionalis, yang menggambarkan adanya
ulasan mengenai kemunduran ritual dan dogma keagamaan secara sedikit demi
sedikit. Fokus sosiologi agama Durkheim adalah mengenai fungsi agama dalam
menjembatani ketegangan yang mempengaruhi antara praktik religius, keyakinan
dan watak kesukuan dalam menghasilkan solidaritas sosial, menjaga kelangsungan
hidup masyarakatnya tatkala ada tantangan yang mengancam eksistensi hidupnya
dari dalam maupun luar lingkungan suku atau masyarakatnya.
Menurut Dukheim agama mampu
menyatukan anggota masyarakat melalui
deskripsi simbolik umum mengenai kedudukan mereka (umat bergama) dalam kosmis
(alam semesta), sejarah, dan tujuan dalam keteraturan kehidupan. Agama juga mensakralkan kekuatan atau
hubungan-hubungan yang terbangun dengan masyarakat. Oleh karenanya dapat di tarik pengertian,
bahwa agama merupakan sumber keteraturan sosial dan moral, mengikat anggota
masyarakat kedalam suatu proyek sosial bersama, sekumpulan nilai, dan tujuan
sosial bersama.
Kaitannya dengan agama sipil
(civil religion), bayangan saya sebelum mebaca mungkin sama dengan
teman-teman, agama sipil ini meru pakanagama baru dalam artian setara dengan
agama konvensional yang diakui negara. Pengertian agam sipil sendiri
bermacam-macam. Agam sipil pertama kali di kenalkan oleh jean jaques Rosseau
dalam bukunya On Social Contract didalamnya ia membagi peran agama
menjadi dua yaitu pertama agama manusia yakni sebagai religion of gospel
atau agama kitab suci bisa dikatakan agama yang menekankan moralitas dan
penyembahan terhadap Tuhan, kedua agama masyarakat merupakan agama sebuah
masyarakat yang dipeluk suatu bangsa, yang terikat dengan dogma-dogma , ritus,
ibadat yang diatur undang-undang negara. Diskursus ini terdengar gaungnya,
ketika Robert Bellah seoranga agamawan Amerika, ketika ia memperhatikan pidato plantikan
Presiden john F Kennedy yang menyebut nama tuhan sebanyak tiga kali, penyebutan
tu tidak ditunjukkan pada agama atau kepercayaan tertentu karena ia hanya
mengacu pada konsep Tuhan, sebuah kata yang dapat di terima oleh hampir semua
orang Amerika. Dimensi keagaaan publik ini di ekspresikan dalam sepersngkat
keyakinan, simbol, dan rituak yang Bellah sebut Agama Sipil Amerika.
Dari pengertian diatas, Andrew
Shanks dalam bukunya Civil Rreligion cukup berbeda dalam mengartikan
agama sipil, ia beranggapan bahwa agam sipil bukanlah agama sesunguhnya seperti
praktek religius yang ada, pun tidak bersaing dengan tradisi-tradisi religius
agama yang kita yakini. Melainkan agama sipil mencair dalm kehidupan beragama
dan mendobrak ikatan-ikatan. Dikatakan
Agama bukan berarti menghalangi ritus keagamaan yang sudah dianut, melainkan
mencoba mengkonsepsikan kehiduap bergama yang berorientasi pada kehidupan
masyarkat umum.
Agama sipil dalam pengertian Shanks
menjadi sebuah displin ilmu yang bertujuan untuk menyembuhkan memori yang
terpecah belah oleh masa lalu, sehingga mampu membuka kemungkinan ditemapanya
ikatan-ikatan solidaritas baru yang mana solidaritas yang dihasilkan adalah
solidaritas yang mampu melampaui perbedaan antara orangberiman dan tidak
beriman, teis dan ateis. Disebut sebagai agama, karena dia menginginkan sumber otoritas yang
bebas dari rezim yang berkuasa (negara), dan disebut sipil karena dia
menginginkan bebas dari pengaruh gereja.
Perwujudan
nilai kebangsaan
Dalam pengertian Andrew Shanks diatas,
agama sipil bukanlah aagama yang memiliki identitliturgis seperti agama konfensional.
Namun agama sipil merupakan sebutan bagi praktek masyarakat sebagai warga
negara yang berusaha mewujudkan kehidupan yag lebih baik dengan unsur-unsur
relgius masing-masing warga dalam keyakinannya terhadap agama masing-masing.
Agam Sipil sendiri sejauh yang dapat difahami muncul dari berbagai ekspresi
beragamaan foramal. Semangat beraagama itulah yang merupakan bagian dari apa
yang disebut sebagai agama sipil.
Dalam konteks Indonesia, secara
tidak langsung sudah menerapkan konsep agama sipil. Hal itu tertuang dalam
unsur-unsur yang termuat dalam teks UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar negara. Demokratisasi
seringkali memunculkan suasana konfliktual antara masyarakat, agama dan negara.
Sebagai negara yang menggunakan pilar agama sebagai landasan perjuangan dan
cita-cita bangsa sebagaimana tertuang di dalam pembukaan UUD 45 yaitu ”atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”, maka sesungguhnya agama dan negara memiliki relasi dalam coraknya yang
simbiosis. Tujuannya tak lain untuk melindungi dan menjamin warga negara dapat
menjalankan ibadah agamanya masing-masing dengan baik. Di dalam dekrit Presiden
5 Juli 1959 meyatakan dengan jelas bahwa keyakinan agama merupakan ruh bagi
setiap masyarakat Indonesia dalam membangusn bangsa dan negara.
Satu pilar utama dalam kehidupan
beragama yang majemuk yang harus selalu dijaga dan dijunjung tinggi adalah,
”setiap agama telah memiliki batas-batas koridor masing-masing, sehingga apabila
dalam perkembangannya setiap agama yang keluar dari koridor itu, akan membawa
keresahan dalam masyarakat agamanya, dan untuk itulah pemerintah bertugas
menata dan menyeimbangkan kembali”.
Sumbangan individu-individu itu kemudian disepakati bersama dan
melahirkan suatu konsep bersama yang ditaati bersama. Sebuah konsep integrasi
sosial yang dapat berlaku tidak saja dalam kehidupan sosial masyarakat, tetapi
juga kehidupan beragamanya. Levi Strauss dengan konsep strukturalisnya
berpendapat, bahwa tidak ada suatu masyarakatpun yang tidak membutuhkan aturan,
manusia memiliki naluri untuk itu. Dan civil society serta civil religion
dapat berkembang tanpa perlu
mendiskreditkan satu kelompok masyarakat atau pun satu kelompok agama atas lainnya.
Pancasila sendiri disebut sebagai agama sipil, dalam pengertian
menjadi perekat dari semua elemen bangsa. Untuk itu perlunya “agama umum”
sebagai dasar integrasi bangsa, yaitu suatu “agama rakyat” yang sifatnya umum
dan terbuka, yang kelak dinamakan “agama sipil.” Pada setiap masyarakat, komunitas dan setiap orang
memakai nilai-nilai kebersamaan yang universal berdasarkan common sense. Civil
religion juga dapat diartikan sebagai “suatu perangkat umum ide, ritual,
simbol yang memberi arah pada pengertian kesatuan,” yang dinamakannya “agama
umum.” Melalui tangan Robert N. Bellah, agama sipil disistematisasi secara
bertahap, sehingga dengan mempelajari elemen-elemenya berdasarkan sumpah
Presiden dan sejarah bangsa Amerika dan hari-hari besar bangsa tersebut, yang
akhirnya menjadi dimensi agama dalam kehidupan politik negara Amerika.
Berdasarkan pemikiran intelektual, agama sipil adalah realitas
transenden. Agama sipil adalah suatu symbol hubungan antara warganegara dengan
waktu dan tempat serta sejarah bangsa tersebut di bawah pengertian ultimate
reality. Dari tolehan filosofis, agama sipil dibawa ke dalam masyarakat menjadi
“pandangan hidup berbangsa dan bernegara yang pluralistik.” Suatu filsafat hidup yang mengayomi semua warganegara
yang berbeda secara etnis dan agama.
Jadi agama sipil adalah suatu gaya hidup berbangsa yang majemuk dalam agama dan
menghisap semua agama formal yang ada. Yang mencoba mengilhami nilai-nilai
kebangsaan dari suatu negara.
Kini sebagai warga negara yang
mngaku beragama, berkeyainan atau berpenghayat.yang bernyawa. Sudah saatnya
kita kembali kepada nilai-nilai luhur yang dapat mempersatukan, menguatkan
identitas bangsa ini. Yang selama ini agama menjadi biang konflik kini ciptakan
agama yang penuh simpatik empatik.
Buku
Bacaan
Shanks,
Adrian, Agama Sipil Civil Religion, Yogyakarta: Jaklasutra Yogyakarta,
2003
Connolly,
Peter, Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, cet. 2011
Abdullah
Taufik, A.C Van der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia, 1986
http://muhammadqorib.blogspot.com/2009/12/eksistensi-civil-religion.html
*Penulis
Mahasiswa ISIF Cirebon Jurusan Filsafat Agama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar